PGRIBeltim.Com | ArtaSariMediaGroup ~ Kebijakan 50 siswa per kelas yang digagas Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi mulai diberlakukan efektif pada Senin (21/7/2025). Di SMAN 15 Depok, Jabar, satu kelas diisi 47 siswa hingga 48 siswa karena menyesuaikan infrastruktur dan fasilitas yang sudah menyentuh batas maksimal.
Berdasarkan pantauan media, terdapat 238 siswa kelas X di SMAN 15 Depok yang terbagi dalam lima rombongan belajar (rombel) pada tahun ajaran 2025-2026. Sebanyak tiga rombel diisi oleh 48 siswa dan dua rombel diisi oleh 47 siswa.
Kondisi itu diperparah lantaran para siswa kelas X di SMAN 15 Depok memulai kegiatan belajar mengajar pada siang hari, sehingga matahari menyengat lebih terik. Sebab, jumlah ruang kelas yang ada di sekolah itu tidak mencukupi untuk membuat semua siswa masuk pagi hari.
Media sempat mencoba masuk ke satu per satu ruang kelas yang digunakan para siswa kelas X belajar. Hawa panas di dalamnya cukup untuk membuat konsentrasi buyar. Beberapa siswa juga berupaya mengusir kegerahan itu dengan mengipas-ngipaskan buku atau topi ke arah wajahnya.
Guru Bahasa Inggris SMAN 15 Depok, Zaza, menilai kebijakan untuk memaksimalkan ruang kelas diisi 50 siswa itu tidak hanya membuat para siswa kesulitan konsentrasi. Menurut dia, para guru juga ikut merasakan kesulitan akibat kebijakan yang dibuat oleh Gubernur Jabar Dedi Mulyadi itu.
“Gimana caranya kita harus ngajar 50 siswa, yang walaupun enggak akan optimal, pasti. Karena 36 aja pasti ada yang enggak kejangkau. Apalagi ini 47-48 siswa,” kata guru yang juga menjadi salah satu wali kelas X di SMAN 15 Depok, kepada Media, Senin (21/7/2025).
Kondisi itu belum ditambah kendala teknis lain yang dihadapi oleh SMAN 15 Depok, seperti memulai pembelajaran pada siang hari untuk kelas X. Pasalnya, tidak ada ruang kelas lain yang bisa digunakan untuk kelas X belajar pagi hari. “Cuma mau gimana lagi,” keluh guru yang juga mengajar Bahasa Jerman itu.
Sebagai guru, Zaza tak mau larut dalam kondisi yang serba menyulitkan itu. Mengingat, ia memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan seluruh siswa yang diajar olehnya bisa menerima materi pelajaran dengan baik.
Salah satu siasat yang akan diterapkannya dalam mengajar kelas jumbo itu adalah dengan melibatkan semua siswa untuk bisa sama-sama membuat suasana kelas kondusif. Dengan siasat itu, diharapkan para siswa akan memiliki tanggung jawab dalam memastikan proses pembelajaran berjalan lancar.
“Jadi saling mengondisikan satu sama lain lah, punya tanggung jawab masing-masing,” ujar dia.
Meski demikian, ia tetap berharap Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar bisa mengevaluasi kebijakan PAPS. Pasalnya, realitas di lapangan tidak semua sekolah negeri mampu melaksanakannya.
“Harapan saya, lihat lagi di lapangan seperti apa. Semoga cukup sekarang aja tahun ini, jadi evaluasi besar buat semua. Jadi ke depan bisa memilih dan memilah jumlah siswa di kelas agar optimal,” ujar Zaza.
Kepanasan
Muhammad Syamil Rahmansyah (15 tahun) mengaku kaget ketika memulai kegiatan belajar mengajar (KBM) di SMAN 15 Depok pada Senin (21/7/2025) siang. Pasalnya, kini ia berada di kelas yang diisi oleh 47 siswa.
Syamil merupakan salah satu siswa kelas X di SMAN 15 Depok. Adanya program Pencegahan Anak Putus Sekolah (PAPS) dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat (Jabar) mengharuskan seluruh sekolah negeri memaksimalkan kapasitas kelas yang ada hingga bisa menampung 50 siswa. Alhasil, satu rombel kelas X di SMAN 15 Depok mesti diisi oleh 47-48 siswa.
“Kaget juga satu kelas bisa hampir 50 orang,” kata Syamil kepada Media, Senin (21/7/2025).
Remaja lulusan SMP swasta di Depok itu tidak menyangka siswa di kelasnya bakal sangat banyak. Sebab, saat duduk di bangku SMP dalam sekelas hanya ada 20 orang siswa.
Ia menambahkan, ruangan kelas yang dihuninya juga tidak cukup luas. Sementara itu, kelasnya juga tidak memiliki kipas angin, sehingga para siswa harus tahan menahan hawa gerah di dalam ruangan kelas.
“Rasanya agak sempit sih. Apalagi kelasnya belum ada kipas, jadi agak gerah,” kata dia.
Meski baru benar-benar belajar di hari ini, Syamil mengaku sulit untuk berkonsentrasi di kelas. Suasana kelas yang ramai ditambah hawa yang panas tidak bisa membuatnya fokus belajar.
Beruntung, ia duduk di deretan bangku paling depan. Alhasil, penjelasan guru bisa lebih mudah ditangkap olehnya.
Ia pun tidak mau terus mengeluh mengenai kondisi kelas yang terlampau ramai. Apalagi, ia memiliki niat untuk bisa masuk ke perguruan tinggi negeri.
“Sejauh ini masih aman. Kita juga sudah SMA, harus bisa fokus juga,” kata dia.
Tak seperti Syamil yang mengaku masih kesulitan, salah seorang siswa lainnya, Kansa Wulan Sagita (15), mengaku tetap bisa menikmati kelasnya yang diisi oleh banyak siswa. Meski agak kaget dengan suasana kelas yang ramai, ia tetap senang karena bisa masuk ke sekolah negeri.
“Agak kaget, karena rata-rata dulu itu sekelas 30an. Baru kali ini 40an. Suka gak jelas juga kalau guru menerangkan, gerah juga (karena) belum ada kipas, tapi senang aja. Karena lebih banyak teman,” kata perempuan yang memakai kacamata itu.
Meski begitu, ia tetap berharap pihak sekolah bisa membeli kipas angin untuk menunjang kegiatan belajar mengajar di kelasnya. Sebab, beberapa kelas X lain di SMAN 15 Depok sudah dilengkapi dengan kipas angin.
“Harapannya bisa beli kipas,” kata dia sambil malu-malu.
Sekolah ngontrak
Wakil Kepala Sekolah (Wakasek) Bidang Sarana dan Prasarana SMAN 15 Depok, Asep Sirundani, mengatakan para siswa kelas X di sekolahnya itu memang sengaja masuk pada siang hari. Pasalnya, jumlah lokal di sekolah yang gedungnya masih menyewa gedung dari Yayasan Perguruan Ganesa Putra itu sangat terbatas.
Asep mengatakan, SMAN 15 Depok masih belum memiliki gedung sendiri sejak berdiri pada 2020. Bahkan, sekolah itu pernah melaksanakan kegiatan belajar mengajar di sekolah dasar beberapa tahun lalu.
“Tapi sudah sejak beberapa tahun lalu itu menetap di sini (bangunan milik Yayasan Perguruan Ganesa Putra),” kata Asep.
Saat ini hanya terdapat 13 lokal yang disewa oleh SMAN 15 Depok dari Yayasan Perguruan Ganesa Putra. Sementara jumlah rombel di sekolah itu mencapai 12 rombel, yang terdiri dari lima rombel kelas X, tiga rombel kelas XI, dan empat rombel kelas XII. Karena itu, tidak mungkin kegiatan belajar mengajar untuk seluruh siswa dilakukan pada pagi hari.
Asep mengatakan, hanya terdapat tujuh lokal yang digunakan untuk ruang kelas siswa. Sementara sisa lokal yang ada digunakan untuk ruang guru, ruang kepala sekolah, gudang, ruang bimbingan konseling, ruang tata usaha, dan musolah. Bahkan, sekolah itu tidak memiliki perpustakaan atau laboratorium.
Menurut dia, belum ada informasi pasti terkait gedung sekolah yang tidak kunjung dibangun. Namun, berdasarkan kabar yang diterimanya, Pemprov Jabar baru akan membangun gedung untuk SMAN 15 Depok pada 2026, meski lokasinya belum diketahui secara pasti.
Ia menilai, keberadaan gedung sekolah yang masih ngontrak itu juga membuat kegiatan di SMAN 15 Depok tidak bisa optimal. Apalagi, di kompleks Yayasan Perguruan Ganesa Satria itu terdapat empat sekolah yang beroperasi.
“Jadi kadang-kadang kalau misalkan ada acara-acara atau kegiatan-kegiatan di luar jam belajar itu kadang-kadang kita nggak enak juga,” kata Asep, yang juga mengajar PKN di sekolah itu.
Meski belum memiliki gedung sendiri, Asep mengatakan, minat siswa yang mau masuk SMAN 15 Depok cukup tinggi. Ia menyebutkan, pada Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) SMAN 15 Depok tahun ini, setidaknya ada sekitar 750 siswa yang mendaftar. Padahal, kuota siswa yang diterima melalui berbagai jalur hanya 250 orang untuk lima rombel.
Ia berharap, Pemprov Jabar segera bisa membangun gedung untuk SMAN 15 Depok. Pasalnya, menurut dia, SMAN 15 Depok merupakan satu-satunya sekolah negeri tingkat menengah atas yang belum memiliki gedung sendiri di kota belimbing.
“Iya harapannya segera (dibangun) gedung. Kalau misalkan nanti kata KCD katanya 2026, kita akan mendapatkan ya bangunan atau apa, ya mudah-mudahan itu terealisasi,” kata dia. | PGRIBeltim.Com | Republika | *** |
wow